Text
antologi cinta: hanya cinta yang menguatkan kita
Aku mendengar langkah kakinya menuju kamar mandi. Lalu, insting perempuanku meliar. Aku menggeledah isi tasnya dengan degup jantung yang bergemuruh. Tanganku gemetar dan berkeringat. Di dalam tasnya, hanya ada kertas-kertas pekerjaan yang biasa ia bawa dan dompet dengan isi beberapa lembar uang dan kartu-kartu. Namun, saat aku menarik tanganku untuk keluar dari tas itu, kelingkingku menyentuh sesuatu. Napasku sejenak berhenti. Sebuah kotak dengan permukaan halus khas beludru. Aku menggenggamnya dengan gemetar dan mengeluarkan kotak itu. Jantungku melorot. Karena, di dalam kotak itu ada dua cincin. Emas putih dengan berlian yang kilaunya indah sekali. Benarkah suamiku akan menikah lagi?
Sekembalinya dari kamar mandi, suamiku terkejut. Dia memandang kotak cincin itu cukup lama. Mulutnya membuka, lalu dia menghela napas panjang dan mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Sejenak aku mengamati rambutnya yang sudah mulai tertutup uban. Jantungku merosot. Bagaimana bisa laki-laki masih berpikir untuk menikah lagi saat rambutnya sudah tidak lagi hitam.
Dia terkekeh. “Ini cincin pengganti cincin kawin yang dulu kita jual untuk nambah-nambah uang beli rumah ini, Ma. Juga sebagai rasa terima kasihku serta permohonan maaf atas kesalahan-kesalahan sebagai suami dan bapak yang ndak sempurna, dan rasa cinta yang tidak pernah menua.” Aku sesenggukan. Pipiku memanas. Sekali lagi kecurigaanku salah dan tidak pada tempatnya.
Tidak ada salinan data
Tidak tersedia versi lain